Berganti hari
terhitung bulan mengiringi putaran waktu yang terus berganti. Si Agam sosok
lelaki muda dari kampung khayalan terus berlarut dalam kisah cinta palsu dengan
si Mawar yang kian kelabu. Lantunan
kisah itu membuat hati kian membiru, tergadang membuat si Agam bisu tak
menentu. Tergoreslah cerita di antara kisah dilema, hadir nya sosok melati
jelita, seakan hadir tuk obati hati yang luka, membuat bersemi kembali semangat
jiwa.
Di waktu sore
yang cerah merona, di sebuah tempat yang terlalu istimewa, lewat orang dekat si
Mawar pula, si Agam dan melati bertatap muka. Teman si Mawar ajak bersua, si
Agam berharap adanya harapan penyejuk jiwa di tengah hati yang berbalut rindu
dan luka, khabar dari si Mawar diharap menyejukkan jiwa. Namun sesuatu yang tak
pernah di duga, dari kejauhan di atas kereta. Membuat si Agam kian terpana,
melihat sosok di sudut sana mengukir indah menyentuh lara, bergegas si Agam
membuang sebatang Rokok dari tangannya.
“Mawar, kau itu??” ucap si Agam dalam hati yang ridu membara. Perlahan
si Agam mendekat dan duduk di samping teman Mawar yang sudah menanti lama.
“Kenalkan saya
Melati.”begitu ia menyebut namanya saat kenalan, sosok yang tadi ku anggap
mawar dari kejauhan. Si Agam disambut dengan sebuah senyuman sederhana tapi tak
murahan. Namun, setelah perkenalan si Agam seakan tak lagi memperhatikan Melati
yang duduk di depan, karena si Agam sibuk bercerita dengan teman Mawar tentang
rindunya yang terasa hanya sebatas angan. Lama mereka bercerita, dan Melati pun
sibuk sms-an, pelan-pelan Agam mengalihkan perhatian, berbicara dengan melati
untuk membangun keakraban. Waktupun kian berlalu tak tertahan, menjelang
maghrib mereka akhirnya bubaran. Sebelum pulang tak lupa Agam meminta nomor
hape melati untuk membangun keakraban.
Terhitung sore
itu, si Agam pun mulai seakan
tenggelamkan sedalam mungkin cerita lalu dengan si Mawar yang semakin semu.
Kini melati seakan beri harapan baru, untuk memulai kisah yang lebih syahdu. Si
Agam mulai sering sms-an bahkan teleponan dengan Melati terhitung sejak
pertemuan itu. Berbagai cerita bersyair lagu, menggores rasa yang buat si Agam
kian tak menentu. Chating via Fb-pun kian merdu, membuat indahnya cerita baru,
buah asmara menuai rindu, si Agam terpesona dengan Melati seiring waktu.
Melati elok
rupanya, baik akhlaknya di tambah merona lemah lembut budi bahasanya, membuat
Agamkian terpesona. Rindu dan rasa kian membara membuat si Agam datang ke kos
melati di pusat kota. Setelah di guyur hujan di jalan Agam pun tiba, di sebuah
kos-kosan sederhana, walau tak janjian berharap bersua, si Agam menunggu di
depan kos melati dengan hati yang berbunga-bunga. namun apa yang hendak dikata,
setelah menunggu sekian lama ternyata melati harus temani kakak kost nya
belanja, karna si Agam datang tanpa sms informasi tentang kehadirannya. Walau
demikian ceritanya, si Buyung menanti dengan setia hingga waktu magrib pun
akhirnya menjelma, Agam tak putus semangat menanti melati yang elok rupa.
Bahkan setelah sholat magrib di sebuah mesjid tak jauh dari sana, kembali ke
kost Melati untuk berjumpa sampai ucapan pamit sekaligus menghapus rindu di
dada. “Terima kasih abang, maaf tadi dinda harus temani kakak” ucap melati di
teras kos nya. Abang pulang sekarang, hati-hati di jalan, nanti kalau ada waktu
kemari lagi ya, tapi sms dulu ke hape dinda” lanjut Melati di bungkus dengan
senyuman sederhana.
Waktu yang kian
berlalu, sejak bertamu ke kos Melati sore itu membuat si Agam kian di dera
asmara tak menentu berukirkan motivasi dan semangat baru. Walau kesibukan terus
mengiringi lantunan sang waktu, komunikasi via Hape pun tetap berlaku,
mengobati lelah dan bangkitkan semangat si Agam menggebu. Tak kuasa si agam
ternyata terus memendam rasa di dalam kalbu, di buai kisah yang kian berlagu,
jauh dimata dekat di hatiku semakin indahnya kisah dibuai rindu.
Dalam untaian
cerita itu berkali Melati mengutarakan pesan dan ungkapan, membuat hati si Agam
jadi tertekan. “ abang dinda sudah tunangan”, terlalu sering kata itu di
ucapkan, hari ini kumbang A besok kumbang pulan. Namun semua itu ia abaikan,
walau hati pilu bengbingkai rintihan, tapi bagi si Agam melati sosok
pilihan,gadis yang baik, lemah lembut
dan menawan. Bagi seorang Agam yang terpenting harapan bersama Melati jadi
kenyataan. Bebagai dinamika dan kepedihan jiwa pun tak ia hiraukan, karena
dianggapnya semata-mata gurauan.
Di suatu malam
yang sunyi di sebuah kamar yang sepi, si Agam terbaring termenung sendiri
sembari bicara di dalam hati. “ Oh dikau si Melati, tanpa ku duga kau hadir
dalam hidup ini, di tengah rentetan luka hati. Hadirmu memberi semangat dan
bakar motivasi, beri segudang harapan suatu hari nanti. Ku hanya bisa mengarap
kau mengerti, dan semua ini mampu kau maknai tentang sebuah cinta tulus nan
suci.
Ku tahu
melatiku, di antara rerimbunan pohon dan rerumputan itu, banyak kumbang
mendekatimu. Kumbang-kumbang itupun kini kian berlagu ingin mendekap menemani
hari mu, berbagai cara mereka mencoba menghampirimu. Namun perlu kau tahu, di
salah satu kaki gunung itu, ada aku yang menatap mu dari kejauhan dengan bisu,
bukan tak bersuara tapi mencoba tak ingin mengganggu haru-hara yang kian
mengiringi mekarmu. Aku hanya berharap di suatu waktu, kau akan dapat pahami
semua itu, mengerti akan hadir dan diam ku, memberikan ku cinta yang ikhlas
dari hatimu, bisik Agam dalam hatinya yang laksana bara yang membeku.
Bersenandung
detik hingga berganti bulan, tak terasa sudah setahun terhitung sejak kenalan.
Sosok Melati tak mudah terlupakan, walau tak bersua namun tetap chating dan
SMS-an. Sekian lama menjalin hubungan tanpa status dan kejelasan, adakah
sebatas teman pacaran pun bukan, yang penting bagi Agam jadi pendamping masa
depan.
Delky Nofrizal Adalah Penulis Muda Asal Pantai Barat Selatan Aceh.
Post a Comment