KONFLIK berkepanjangan dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 telan
menelan ratusan korban jiwa, tetesan air mata dan kepedihan yang begitu
mendalam bagi rakyat Aceh. Hingga meja runding pun perdamaian akhirnya
menghadirkan sebuah kelegaan bagi rakyat yang telah lama hidup dalam
desiran peluru. Tidak tanggung seluruh rakyat Aceh kembali tersenyum
pasca ditandatanganinya MoU Helsinki kembali member ruang harapan rakyat
aceh untuk hidup aman tentram dan sejahtera.
Tidak tangggung-tanggung asa yang kian terpendam akhirnya mengucur di
sebuah muara akan harapan tetap dalam nuansa keamanan, cita-cita
perubahan dan rindu akan kesejahteraan yang pasca perdamaian kian
menggelora dalam hati rakyat Aceh. Buktinya pada pilkada 2008, rakyat
Aceh mencoba memberikan kepercayaan kepada pasangan Irwandi-Nazar yang
merupakan pasangan mantan kombatan dan aktivis muda Aceh. Kerinduan akan
cita-cita perjuangan pun kembali mencuat dalam kerinduan Rakyat Aceh
dengan memberikan kepercayaan kepada partai mantan kombatan untuk
mendomidasi parlemen melalui pemilu 2009, dimana hampir setiap kabupaten
dan di tingkat provinsi partai Aceh yang dipercayai masyarakat buah
perjuangan pada saat itu mendominasi parlemen.
Seiring perjalanan waktu perubahan itu mulai dirasakan, lahirnya
Jaminan Kesehatan Aceh, Biaya pendidikan Gratis 9 tahun, dana
pembangunan gampong dan program-program lainnya mulai menyentuh
kepentingan masyarakat Aceh. Namun, hal itu ternyata juga belum menjawab
kerinduan masyarakat Aceh secara menyeluruh sebagaimana yang
diperjuangkan ketika konflik yaitu menjadikan rakyat Aceh yang sejahtera
dan Berjaya seperti di zaman kesultanan iskandar muda.
Disamping itu, pergesekan politik di tubuh mantan kombatan tersebut
kian meruncing hingga dualism calon pemimpin di Aceh yang di usung oleh
mantan kombatan terbelah menjadi dua kubu yaitu kubu Irwandi cs dan kubu
Muzakir Manaf yang merupakan komando tertinggi di tubuh mantan kombatan
tersebut. Huru hara pun tak dapat dielakkan hingga perpecahan pun
terjadi. Irwandi dan panglima-panglima daerah dipecat dari komite
peralihan Aceh(KPA) dan Partai Aceh oleh komando, dan akhirnya membentuk
barisan baru dalam sebuah partai yang diberi nama Partai nasional Aceh.
Terlepas dari pada itu, kerinduan masyarakat akan kemakmuran yang
belum terealisasi sepenuhnya dimasa pemerintahan Irwandi-Nazar. Pada
pilkada ebruari 2012, kembali mencoba memberikan kepercayaan kepada
pasangan yang diusung partai Aceh yang kedua-duanya merupakan pemegang
tampuk komando di tubuh mantan kombatan tersebut. Zaini Abdullah(mantan
menteri kesehatan GAM) yang merupakan ketua pituha peut dan Muzakir
Manaf yang juga merupakan panglima tertinggi ditubuh mantan kombatan
tersebut mendapat kepercayaan untuk memimpin Aceh dengan meraup suara
terbanyak dan langsung menang satu putaran. Hal ini merupakan bentuk
dari kerinduan rakyat Aceh agar cita-cita pembangunan dan kesejahteraan
yang sudah lama didambakan dapat terealisasikan sepenuhnya.
Namun demikian belum sampai satu tahun sang komando berkuasa berbagai
kejanggalan-kejanggalan yang membuahkan kritikan rakyat mulai muncul.
Beberapa opini yang sangat dibicarakan yang memunculkan berbagai polemic
dalam dinamika masyarakat Aceh sejak dipimpin pemerintahan diantaranya :
1. 1 Juta/KK dan Naik Haji Gratis
Dari 21 program pro-rakyat yang merupakan janji Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf(Gubernur Aceh saat ini) pada saat kampanye yang menjadi menarik dan menarik perhatian masyarakat Aceh yaitu janji satu juta/kk tiap bulannya bagi masyarakat Aceh dan janji naik haji gratis bagi masyarakat Aceh yang telah baligh. Anggaran untuk program ini direncanakan Zikir diambil dari dana pembagian Migas.
Dari 21 program pro-rakyat yang merupakan janji Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf(Gubernur Aceh saat ini) pada saat kampanye yang menjadi menarik dan menarik perhatian masyarakat Aceh yaitu janji satu juta/kk tiap bulannya bagi masyarakat Aceh dan janji naik haji gratis bagi masyarakat Aceh yang telah baligh. Anggaran untuk program ini direncanakan Zikir diambil dari dana pembagian Migas.
Namun, tepatnya 100 hari berjalannya pemerintahan Zikir, aktivis
Koalisi Peduli Aceh(KPA) melakukan aksi cat badan yang bertuliskan 1
Juta/KK. Para aktivis ini kembali mempertanyakan kejelasan program yang
memang terkesan irrasional. Belum lagi beredarnya informasi dimasyarakat
bahwa program 1 Juta/KK dan Naik haji Gratis ini tidak terakomodir
dalam Rencana Kerja Jangka Menengah(RPJM) Pemerintah aceh 2012-2017,
sehingga menimbulkan tanda tanya masyarakat terlihat di jejaring social
facebook, twitter, bahkan di warung-warung kopi masyarakat membicarakan
kepastian program ini.
Sungguh sangat menyayangkan, alasan-alasan yang di sampaikan oleh
kalangan-kalangan tertentu bahwa program janji kampanye tersebut karena
program 1juta/kk itu hanya pemanis disaat kampanye. Hal ini tentunya
semakin membuat rakyat aceh kecewa dan menjadi salah satu penyebab
timbulnya ketidakpercayaan masyarakat kepada janji pemerintahan Zikir.
2. Malu dengan gelar Korupsi, Lancarkan Nepotisme
Baru beberapa bulan berjalannya pemerintahan Aceh di bawah sang komando mantan kombatan ini, opini hangat kembali disemburkan di Aceh. Kali ini opini tersebut berasal dari sebuah lembaga anti korupsi nasional yang bernama FITRA yang menyebutkan Aceh sebagai daerah no.2 korupsi di Indonesia, sehingga mendapatkan respon spontan dari Gubernur Aceh, Zaini Abdullah. Zaini Abdullah merasa malu dengan hal tersebut sehingga menyuruh KPK untuk mengaudit keuangan di pemerintahan Aceh.
Baru beberapa bulan berjalannya pemerintahan Aceh di bawah sang komando mantan kombatan ini, opini hangat kembali disemburkan di Aceh. Kali ini opini tersebut berasal dari sebuah lembaga anti korupsi nasional yang bernama FITRA yang menyebutkan Aceh sebagai daerah no.2 korupsi di Indonesia, sehingga mendapatkan respon spontan dari Gubernur Aceh, Zaini Abdullah. Zaini Abdullah merasa malu dengan hal tersebut sehingga menyuruh KPK untuk mengaudit keuangan di pemerintahan Aceh.
Namun tak lama berselang setelah itu mutasi pejabat Aceh untuk
pertama kalinnya dilakukan pada tubuh pemerintahan Zikir. Hal ini
kembali mengejutkan publik, sekitar 12 dari 26 nama yang dilantik
berasal dari daerah asal Gubernur Aceh. Pengangkatan pejabat SKPA itu
dilakukan tanpa adanya fit and profer test yang semestinya dijadikan
salah satu tolak ukur dalam pengangkatan pejabat. Tak tanggung-tanggung
hal ini mendapat kecaman dari berbagai kabupaten/kota di Aceh yang
merasa pengangkatan pejabat ini sarat nepotisme karena dominasi oleh
orang-orang yang berasal dari kampung Gubernur tanpa adanya uji
kelayakan publik dan tidak terpresentasi masyarakat dari berbagai
kabupaten/kota yang dinilai sangat tidak berimbang. Hal ini
mengakhibatkan banyaknya pejabat yang berdedikasi buruk masuk kedalam
cabinet, bahkan yang pernah terlibat kasus korupsi dan kasus penipuan
masuk dalam cabinet. Perlukah pemerintah Aceh mendapat gelar no. 1
pemerintahan yang nepoitisme di Indonesia?
3. Aceh Lhee Sagoe
Sejak rancangan Qanun Wali Naggroe di rancang dan disahkan, gejolak penolakan terhadap Qanun tersebut mulai terjadi di wilayah Tengah Tenggara dan Barat Selatan. Tuntuntan terhadap persamaan hak (suku), tata cara pemilihan wali menjadi masalah krusial yang berimbas pada pemekaran wilayah ALA dan ABAS. Bola panas ini terus bergulir hingga ke Kabupaten Kota, Banda Aceh,Aceh tengah, Meulaboh Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.
Sejak rancangan Qanun Wali Naggroe di rancang dan disahkan, gejolak penolakan terhadap Qanun tersebut mulai terjadi di wilayah Tengah Tenggara dan Barat Selatan. Tuntuntan terhadap persamaan hak (suku), tata cara pemilihan wali menjadi masalah krusial yang berimbas pada pemekaran wilayah ALA dan ABAS. Bola panas ini terus bergulir hingga ke Kabupaten Kota, Banda Aceh,Aceh tengah, Meulaboh Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.
Isu ini menjadi setali dua uang bagi Pemerintah Aceh, Konflik benang
basah ini membuka ruang konflik-konflik yang lain. Selain pemerataan
wilayah juga identitas akan pengakuan terhadap ras, bahasa dan budaya.
Belum lagi reda, Legeslatitif dan Eksekutife kembali mengesahkan Qanun
lambing dan Identitas Aceh yang di nilai sangat kontraversi dengan
kontek Aceh kekinian. Jikapun di kaji secara historis Qanun Wali
Nanggroe dan Qanun lambing dan Identitas Aceh tidak ada titik
korelasinya, jelas kita menilai sarat pada kepentingan kelompok tertentu
yang mendominasi system pemerintahan Aceh. Hal ini menjadi subtansi
permasalahan yang berujung kepada bangkitnya kembali isu pemekaran ALA
dan ABAS yang mulai muncul bergejolak kepermukaan.
Jika ALA-ABAS jilid satu lahir karena tidak adanya pemerataan
pembangunan maka Aceh Lhee Sagoe(Aceh Tiga Segi) kembali menggema dengan
permasalahan yang lebih kompleks hingga permasalahan mendasar yaitu
terkait Identitas masyarakat Aceh.
Munculnya hal tersebut juga membuat Rafly Kande seorang seniman dan
budayawan Aceh angkat bicara, dia berharap agar pemerintah Aceh mengakui
esensi dan ekstensi keberagaman yang ada di Aceh, sehingga pemerintah
dapat memaknai Aceh yang beribu warna beribu bunyi.
4. Anggaran Ditambah Beasiswa Dihapus
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh yang disahkan oleh DPR Aceh menuai protes yang hangat dari berbagai kalangan masyarakat Aceh. Bagaimana tidak, anggaran yang sebelumnya mendapat usulan penambahan dari Gubernur Aceh sebesar 1,8 Triliyun rupiah dengan alasan untuk kepentingan rakyat justru tidak berpihak terhadap rakyat tapi hanya untuk kepentingan kelompok tertentu
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh yang disahkan oleh DPR Aceh menuai protes yang hangat dari berbagai kalangan masyarakat Aceh. Bagaimana tidak, anggaran yang sebelumnya mendapat usulan penambahan dari Gubernur Aceh sebesar 1,8 Triliyun rupiah dengan alasan untuk kepentingan rakyat justru tidak berpihak terhadap rakyat tapi hanya untuk kepentingan kelompok tertentu
Tak tanggung-tanggung sebesar 40 Milyar rupiah dialokasikan untuk
operasional wali Nanggroe, padahal pada saat pengesahan palu lembaga
tersebut belum disahkan landasan hukum/qanun tentang Wali Nanggroe. Tak
hanya itu, kelanjutan pembangunan meuligoe wali nanggroe dialokasikan
sebesar 35,42 milyar. Ditambah lagi, pembangunan rumah kapolda Aceh
sebesar 3 Milyar dan wakapolda Aceh sebesar 1,3 milyar, padahal instansi
tersebut merupakan instansi vertical yang anggarannya tidak bersumber
dari APBA.
Ironisnya, disaat anggaran diusulkan pemerintah Aceh untuk ditambah,
justru program beasiswa untuk putra-putra Aceh yang melanjutkan studi
diluar daerah justru dihapuskan pada RAPBA 2013. Sehingga berbagai
kalangan masyarakat menilai pemerintah Aceh tidak komitmen untuk
memajukan Sumber Daya Manusia.
5. Pejabat Bergelar Almarhum dan Pejabat Berpengalaman Mesum
Untuk kesekian kalinya publik Aceh kembali dikejutkan dengan kebijakan pemerintah Aceh. Pelantikan massal dan mutasi sebanyak 422 pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh yang dilakukan Gubernur Zaini Abdullah di Anjong Mon Mata, Selasa (5/2) siang ternyata menyisakan masalah dan kontroversi berkepanjangan. Betapa tidak, pelantikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor Peg.821.22/001/2012 membuat heboh masyarakat luas, menyusul masuknya nama seorang yang sudah meninggal dunia setahun lalu sebagai pejabat eselon IV.a di Biro Hukum Setdaprov Aceh. Bukan hanya itu salah seorang yang sebelumnya pernah ditangkap mesum di angkat sebagai pejabat di Badan Dayah Aceh.
5. Pejabat Bergelar Almarhum dan Pejabat Berpengalaman Mesum
Untuk kesekian kalinya publik Aceh kembali dikejutkan dengan kebijakan pemerintah Aceh. Pelantikan massal dan mutasi sebanyak 422 pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh yang dilakukan Gubernur Zaini Abdullah di Anjong Mon Mata, Selasa (5/2) siang ternyata menyisakan masalah dan kontroversi berkepanjangan. Betapa tidak, pelantikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor Peg.821.22/001/2012 membuat heboh masyarakat luas, menyusul masuknya nama seorang yang sudah meninggal dunia setahun lalu sebagai pejabat eselon IV.a di Biro Hukum Setdaprov Aceh. Bukan hanya itu salah seorang yang sebelumnya pernah ditangkap mesum di angkat sebagai pejabat di Badan Dayah Aceh.
Persoalan lainnya adalah, seorang pejabat yang telah diplotkan untuk
menduduki eselon III.a yaitu sebagai Kabid Program dan Pelaporan di
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh (Disbudpar) atas nama Muslim Yacob
S.Ag, meski namanya jelas tercantum dalam SK pelantikan dan sudah hadir
di lokasi, akhirnya batal dilantik, hal ini memperlihatkan adanya
permainan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang merusak jalannya
pemeribtahan.
Untuk posisi tersebut yang dilantik justru atas nama orang lain,
yaitu Nyak Umar, yang hanya bermodalkan selembar undangan menghadiri
pelantikan. Hal ini membuat Gubernur Aceh seperti kecolongan besar.
Diberikannya jabatan kepada orang yang sudah meninggal dunia yang
di-SK-kan Gubernur, tentu bukanlah sebuah kekeliruan kecil, yang bisa
dibiarkan begitu saja. Lolosnya PNS yang sudah almarhum dalam SK
mengindikasikan amburadulnya cara kerja tim yang menyeleksi calon-calon
pejabat, yaitu Baperjakat.Ironisnya, Gubernur Aceh justru mengatakan ini
merupakan sabotase, padahal mana mungkin seorang pejabat diberi jabatan
tanpa adanya pengkajian yang mendalam tentang pejabat tersebut,
sehingga menunjukkan pengangkatan pejabat di Aceh tidak secara
professional dan proporsional.
6. Penutup
Demikian tulisan ini saya buat sebagai refleksi perjalanan pemerintah Aceh di bawah kekuasaan Zikir yang merupakan komando tertinggi dalam barisan mantan kombatan GAM. Semoga ke depan perbaikan-perbaikan dalam berbagai sector pemerintahan dan kebajikan dapat dilakukan oleh pemerintah Aceh, sehingga menjawab kerinduan Rakyat akan perubahan dan kesejahteraan.
Demikian tulisan ini saya buat sebagai refleksi perjalanan pemerintah Aceh di bawah kekuasaan Zikir yang merupakan komando tertinggi dalam barisan mantan kombatan GAM. Semoga ke depan perbaikan-perbaikan dalam berbagai sector pemerintahan dan kebajikan dapat dilakukan oleh pemerintah Aceh, sehingga menjawab kerinduan Rakyat akan perubahan dan kesejahteraan.
Delky Nofrizal Merupakan Penulis Muda Asal Barat Selatan
Post a Comment